27 C
Jakarta
Kamis, 25 April, 2024

Data Korban Fintech Nakal Belum Diterima Asosiasi

duniafintech.com – Sebagai salah satu sektor teknologi yang sedang berkembang pesat, fintech memang banyak menarik perhatian. Bukan hanya dari para penguna dan masyarakat, tapi juga regulator dan lembaga berwenang yang menyoroti data korban fintech.

Beberapa waktu yang lalu, kemunculan perusahaan fintech nakal ternyata telah memakan banyak korban. Saking ramainya kasus korban fintech nakal ini dibicarakan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta konon sampai harus ikut turun tangan mengatasinya.

Baca juga: LinkAja Besutan BUMN Akan Saingi OVO dan Go-Pay?

Setelah kisruh laporan beberapa waktu lalu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sampai saat ini mengaku belum mendapatkan data mengenai perusahaan fintech berbasis peer-to-peer lending yang dianggap melakukan pelanggaran. Data-data ini juga mencakup mengenai para korban.

Karena belum adanya data tersebut, Ketua Harian AFPI, Kuseryansyah mengaku pihaknya belum bisa menyelesaikan kasus tersebut. Oleh sebab itu, ia meminta agar LBH Jakarta segera melakukan langkah pasti terkait pernyataan dari sisi penyelenggara.

“LBH sebagai lembaga kredibel harusnya fairness, adil mendengarkan dua sisi yaitu pengadu dan penyelanggara. Dengan tidak adanya data, kami melihat belum ada itikad baik untuk menyelesaikan masalah,” ungkapnya di Jakarta Selatan, Senin (4/2/2019).

Kuseryansyah juga sangat menyayangkan bahwa langkah positif yang sudah ditempuh oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama AFPI tidak mendapatkan sambutan yang baik dari LBH sebagai pihak yang menerima laporan.

Hak-Hak Konsumen Masih Harus Mendapat Perhatian Lebih

Wakil Ketua Umum AFPI, Suni Widyatmoko menuturkan bahwa sebagai tindakan pencegahan, pihaknya sudah membentuk komite etik yang akan bertindak sebagai pengawas operasional atau code of conduct (CoC) Fintech Peer-to-peer Lending atau perusahaan pendanaan online.

Baca juga: Fenomena Bitcoin Kembali Disoroti Jack Dorsey

“Dengan demikian, kami harap ini bisa melindungl konsumen, seperti diantaranya Iarangan mengakses kontak, dan juga penetapan biaya pinjaman maksimal pinjaman. Dalam kode etik itu. AFPI menetapkan total biaya pinjaman tidak boleh lebih dari 0,8 persen per hari dengan penagihan maksimal 90 hari,” ungkapnya.

Peer-to-peer lending memang sempat mendapat kecaman karena beberapa masalah seperti penerapan bunga yang terlalu tinggi hingga sistem penagihan yang tidak profesional. Sebagai sektor yang sedang berkembang, ini merupakan masalah serius yang harus segera diatasi agar tidak menghambat perkembangannya di masa depan.

-Dita Safitri-

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE