26.6 C
Jakarta
Sabtu, 27 April, 2024

P2P Lending di Indonesia, Tumbuh Pesat dalam Pengawasan

duniafintech.com – P2P Lending di Indonesia bertumbuh pesat dalam pengawasan yang ketat. Di era yang serba digital ini, pemenuhan kebutuhan manusia semakin dimudahkan dengan adanya akses teknologi yang semakin mudah didapat. Perkembangan teknologi yang pesat ini juga diiringi dengan peningkatan penetrasi penggunaan internet di seluruh dunia termasuk Indonesia. 

Hal ini juga berdampak pada perkembangan industri keuangan yang semakin giat memberikan berbagai kemudahan kepada masyarakat lewat berbagai layanan yang dikembangkan. Salah satu industri keuangan yang berkembang pesat beberapa tahun belakangan ini adalah Fintech P2P Lending. 

Tawarkan Kemudahan Pinjaman Lewat Smartphone

Para penyelenggara P2P lending disini berperan sebagai platform untuk mempertemukan orang-orang yang membutuhkan peminjam dengan para pemberi pinjaman. Layanan ini kemudian dikemas dalam bentuk aplikasi yang dikeluarkan secara resmi oleh berbagai perusahaan penyedia layanan P2P Lending supaya lebih mudah digunakan oleh banyak orang.

Lewat aplikasi di smartphone tersebut, platform P2P lending melakukan analisa dan memilih calon peminjam (borrower) lewat proses underwriting berdasarkan data pengajuan yang telah didapat. Para calon peminjam ini kemudian akan diberikan pinjaman dengan jumlah yang telah disepakati.

Peminjam kemudian akan mengembalikan pinjaman tersebut dengan cara dicicil sesuai dengan tenor yang disepakati. Semua proses ini tentu saja dimuat dalam kontrak atau perjanjian pinjam meminjam melibatkan persetujuan kedua belah pihak.

Persyaratan untuk meminjam ini juga terbilang cukup mudah. Kebanyakan aplikasi P2P Lending hanya membutuhkan KTP, foto selfie, dan informasi pribadi sebagai syarat pengajuan. Selain itu, meminjam lewat P2P Lending tidak membutuhkan kartu kredit, sehingga cukup banyak masyarakat yang tertarik pada layanan ini.

Selain memberikan pinjaman uang, berbagai penyedia layanan P2P lending ini juga menyediakan cicilan tanpa kartu kredit untuk membeli barang-barang kebutuhan lain. Layanan ini juga sudah terintegrasi di berbagai situs belanja (e-commerce) di Indonesia.

Baca juga:

Tren Fintech P2P Lending Naik Pesat di Tahun 2019

Keterbatasan akses masyarakat terhadap pinjaman bank dan multifinance membuat layanan P2P Lending semakin menjamur. Hal ini turut dirasakan di tahun 2019 dimana tercatat per 20 Desember 2019, terdapat 164 perusahaan penyelenggara fintech P2P lending terdaftar dan berizin di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dari 164 diantaranya, sudah terdapat 25 platform yang sudah mendapatkan izin dan 138 sisanya masih dalam status terdaftar.

Statistik OJK perihal Fintech Lending periode Desember 2019 menggarisbawahi pertumbuhan P2P Lending yang cukup pesat berdasarkan data-data berikut:

  • Akumulasi jumlah pinjaman yang disalurkan mencapai 81.497.510.828.317 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 259,56% dari Desember 2018.
  • Jumlah akumulasi rekening pemberi pinjaman (Lender) mencapai 605.935 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 192,01% dari Desember 2018.
  • Jumlah akumulasi rekening penerima pinjaman (Borrower) mencapai 18.569.123  dengan tingkat pertumbuhan sebesar 325,95% dari Desember 2018.
  • Tingkat Keberhasilan Pengembalian di bawah 90 hari (TKB 90) sebesar 96,35% dan pinjaman gagal bayar (TWP 90) mencapai 3,65%.

Berdasarkan data-data diatas dapat disimpulkan pertumbuhan P2P Lending di Indonesia sangat pesat yang disebabkan banyak munculnya berbagai penyelenggara baru di sepanjang tahun 2019. OJK sendiri juga sudah menutup lebih dari 1494 fintech ilegal di Indonesia. 

Peran OJK Sebagai Regulator P2P Lending

Setiap perusahaan penyelenggara P2P Lending di Indonesia wajib mendaftarkan diri dan mengurus perizinan operasional ke OJK sebagaimana diatur dalam POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi. Dari sisi pemerintah, OJK berperan sebagai pengawas para penyelenggara P2P lending agar bisa berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

OJK juga menerbitkan berbagai larangan untuk para penyelenggara ini di antara lain:

  • Larangan melakukan kegiatan usaha lain selain layanan P2P lending.
  • Larangan memberikan penawaran tanpa izin lewat SMS atau WA.
  • Larangan agar pihak penyelenggara tidak diperbolehkan menjadi penerima atau pemberi pinjaman.
  • Larangan memberikan jaminan bayar kepada pemberi pinjaman.
  • Larangan menerbitkan surat utang.
  • Larangan mempublikasi berbagai informasi fiktif.
  • Larangan biaya pengaduan dan rekomendasi kepada para pengguna.

Perihal keamanan data pribadi, OJK juga memberikan sanksi bagi para penyelenggara yang menyalahgunakan atau mengambil data pribadi pengguna diluar jenis yang diperbolehkan. Sejauh ini OJK hanya memperbolehkan penyelenggara meminta akses terhadap kamera, lokasi dan mikrofon pada smartphone pengguna.

Apabila ada penyelenggara yang terbukti melanggar atau mengambil data-data pribadi di luar kesepakatan dan peraturan yang berlaku, maka akan dikenakan suspend sampai adanya pencabutan surat terdaftar. Selain keamanan data pribadi, OJK juga melakukan pengawasan terhadap praktik penagihan (collection) agar sesuai dengan panduan yang berlaku.

Terus Berkembang dalam Pengawasan

Keberadaan akses finansial yang lebih mudah dan praktis akan semakin membuat banyak P2P Lending baru bermunculan. Angka pertumbuhan yang pesat ini juga melambangkan pergeseran pengguna layanan keuangan dari perbankan konvensional ke layanan berbasis aplikasi. Namun, pertumbuhan P2P Lending di Indonesia ini tetap terpantau dengan jelas lewat OJK sebagai regulator.

(DuniaFintech/KarinHidayat)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE